OMBUSMAN MENILAI DINAS SOSIAL SUMSEL

2024-09-06 07:41:20

Palembang, Perwakilan Ombusman RI Sumatera Selatan kembali merilis hasil Penilaian Kepatuhan Kepada Dinas Sosial Provinsi Sumatea Selatan terhadap Pemenuhan Standar Pelayanan Publik, sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. tanggal 06 September 2022. Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan Mirwansyah,S.KM,M.KM diwakili Sekretaris Mulyadi,S.Pd,M.Pd yang di damping Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Kepala Bidang Perlindungan dan jaminan sosial, Kassubbag evaluasi dan pelaporan, Kasubbag Umumdan kepegawaian, di aula Tat Twam Asih, 06/09/2024/. Dalam kesempatanya perwakilan dari Ombusman RI khususnya Sumatera Selatan memberikan penilaian dengan data yang disebut juga dengan rapor pelayanan publik, karena memang hasil penilaian dizonasi (labeling), hijau, kuning dan merah. Rapor merah, pretensinya tentu jelek atau tinggal kelas, rapor kuning sedang, dan rapor hijau naik kelas. Standar pelayanan adalah instrumen yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Standar layanan dimaksud berupa jenis layanan, syarat, tarif, prosedur dan waktu/lama pelayanan dilakukan. Komponen standar ini sangat penting, karena pintu masuk korupsi atau pungli. Bagi yang tidak mengumumkan tarif, berpotensi pelaksana meminta uang lebih/tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Semua provinsi dan kabupaten/kota se Indonesia dinilai. Demikian juga, semua daerah di Sumatra Selatan kembali dinilai, termasuk provinsi. Daerah yang dulunya telah mendapatkan rapor hijau kembali dinilai, semua kembali ke titik nol. Selain itu, tahun ini, ketersedian layanan elektronik juga dinilai, penilaian elektronik ini bertujuan untuk mengukur capaian transformasi digital layanan publik oleh pemerintah daerah. Demikian juga dengan syarat layanan, prosedur dan waktu yang tidak tersaji, pelaksana akan cenderung mempersulit atau dimintai uang dengan janji mempercepat/memudahkan suatu layanan. Ketiadaan standar layanan ini sejatinya adalah bentuk laten dari korupsi/pungli itu sendiri. Selanjutnya, pemenuhan sarana layanan, minimal berupa loket front office, ruang tunggu dan toilet. Bukan zamannya lagi kantor pemerintah tidak ada front office, dan masyarakat malah langsung berurusan dengan Kasi, Kabid atau Kepala Dinas. Tidak tersedia ruang tunggu, masyarakat berdiri berurusan, apalagi kalau masyarakat kebelet buang air, mesti ke toilet mushalla, ke sungai terdekat, atau malah harus menahan buang airnya yang bisa menyebabkan sakit kencing batu. Sudah saatnya pemerintah daerah memanjakan masyarakat dengan dengan standar layanan hotel berbintang. Selain itu, mesti ada sarana pelayanan untuk masyarakat berkebutuhan khusus/penyandang disabilitas, tidak boleh ada diskriminasi. Karena itulah pemerintah diminta menyediakan sarana berupa loket khusus, kursi khusus, rambatan untuk lansia, ruang ibu menyusui. Gedung pemerintah yang megah dan bertingkat, mesti ramah pada penyandang disabilitas, dapat dilewati oleh lansia, bisa dilewati dengan kursi roda. Dalam hal pengelolaan aduan, ada kewajiban unit pelayanan mengelola aduan masyarakat terlebih dahulu di tempat. Tiga komponen yang harus ada, sarana aduan berupa telepon, sms, dan media sosial, tidak hanya mengandalkan kotak aduan, yang selama ini tidak digunakan masyarakat, lamban dalam mendeteksi keluhan masyarakat, padahal tujuan asalnya adalah mencegah secara dini penyimpangan pelayanan publik. Kriteria yang bersifat elektronik dan nonelektronik dibobot dengan nilai tertentu, standar layanan elektronik dibobot lebih besar dari nonelektronik. Akumulasi menghasilkan rapor dengan tingkat kepatuhan tinggi/zona hijau dengan nilai 80-100, kepatuhan sedang/zona hijau dengan nilai 50-80 dan kepatuhan rendah/zona merah dengan nilai 0-50. Kuncinya memang ada pada komitmen dan political will kepala daerah. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyebut kepala daerah adalah pejabat pembina pelayanan publik. Komitmen itu pula yang ditunjukkan Bupati Sutan Riska dan Walikota Riza Pahlevi, hingga rapor hijau itu dapat diraih. Daerah dengan rapor kuning dan merah mesti berbenah, berkomitmen untuk membina, mengevaluasi dan memastikan pemenuhan standar pelayanan publik dilakukan dengan baik oleh OPD. Dan, terus menginspirasi lahirnya inovasi-inovasi, memutus kerumitan birokrasi, memangkas waktu, biaya dan prosedur. Mendengar dan menindaklanjuti aduan masyarakat. Termasuk, berkomitmen untuk menegur, memberikan sanksi kepada OPD yang telah menyumbang pada nilai merah atau kuning tersebut, hasil penilaian mesti dijadikan alat ukur untuk penempatan atau mutasi pejabat.